Bepergian ke Jogja yang Penuh Drama
Setelah cukup lama saya ngga berkunjung ke Jogja, akhirnya,
akhir pekan kemarin, 3-4 Agustus 2019, saya berkesempatan mengunjungi kota
pelajar ini. Dalam rangka mengunjungi pameran buku besar, big Bad Wolf (BBW)
yang ke sekian (saya lupa sudah tahun ke berapa BBW ini diadakan di Indonesia).
Jauh-jauh hari, saya sudah sepakat dengan beberapa teman di komunitas Blogger
Buku Indonesia (BBI) untuk saling bertemu di acara ini. Untuk itu, jauh-jauh
hari pula saya memesan tiket kereta perjalanan dari Semarang ke Solo. Tiket
kereta Kalijaga seharga 10.000 perorang ini dipesan kakak saya melalui loket
stasiun kereta Semarang, Stasiun Poncol. Kami berencana berangkat bersama,
meski dengan tujuan yang mungkin agak berbeda. Dari keluarga saya, saya
mengajak keponakan, angie, dan mamanya, yang berarti itu kakak saya, Mbak Nana,
dan keponakan saya mengajak 3 orang temannya. Saya sendiri bersama dua teman
lainnya. Kebayang serunya kan ya?
Seru dan penuh drama. 😆😆😆
Sabtu yang ditunggu akhirnya tiba juga. Tiket lanjutan dari
Solo menuju ke Jogja seharga 8.000 sudah dipesan. Semua aman. Semua? Ternyata
tidak, bambaaaang…
Drama yang pertama dimulai dari teman keponakan saya yang
menjelang jam 8 pagi ternyata tidak bisa dihubungi. Apa yang terjadi? Hmmmm….
Ternyata si teman ini belom banguunn… wadduuhh, neng… semalem bobok jam
berapaaaa? Dengan sedikit panik, Angie pun menyambangi rumahnya. Kereta jam 9
pagi harus dikejar biar bagaimana pun juga.
Waktu sudah menunjukkan lebih dari 8.30 ketika gocar kami
berhenti di depan stasiun Poncol. Dengan setengah berlari, tas punggung yang
terayun-ayun di pundak, dan dengkul saya yang tiba-tiba nyeri, akhirnya kami
masuk melewati peron. Sebelumnya, teman saya, Watik, sempat heboh dengan kartu
identitasnya yang tercecer entah dimana. Untungnya dia membawa fotokopi KTPnya.
Ya ampun, jangan-jangan dia juga bawa fotokopi surat lahir, dan fotokopi surat
lainnya… 😂😂😂
Masih dalam kondisi panik, saya melihat ada dua kereta yang
sedang parkir (parkir? Lu kira ini parkiran ojol?), tanpa melihat tulisan
diatasnya, saya dan Watik sudah nyelonong masuk kereta. Melihat tempat duduk
kereta yang bagus, saya mulai merasa ada yang salah. Tiket 10 ribu, masak iya,
tempat duduk berdua saja? Sementara sirene keberangkatan sudah meraung-raung.
Suara pengumuman keberangkatan kereta sudah bergema berkali-kali. Dengan panik
saya langsung turun kereta dan bertanya pada petugas. Si petugas menunjuk
kereta saya yang seharusnya adalah yang ada di seberang. Tapi saya dan teman
saya dilarang menyeberang saat itu karena ada kereta lain yang bakal parkir.
Hadeeeh… kapasitas parkir kereta sampe barapa ya di stasiun kecil ini? Dengan
kekuatan nasi dan oseng buncis sarapan tadi pagi, saya berhasil naik kereta parkir
itu dan turun demi menyeberang ke kereta Kalijaga yang dengan setia menanti
saya. Tsaaahh…
Setelah berada di atas kereta api, ternyata ada drama
lanjutan. Saya sih yang bikin drama. Huhuhu… how foolish I was. Dengan alasan
memory HP yang mulai penuh, saya dengan sengaja meghapus aplikasi KAI Access,
dimana saya membeli tiket prameks menuju Jogja. Dengan mengunduh ulang dan
login lagi, ternyata itu tidak menyelesaikan masalah. Kenapa? Karena username
dan password saya dianggap tidak sesuai. Berulang kali saya mencoba, tetap
gagal. Saya coba reset password, tetap saja gagal. Akhirnya saya mencoba
menghubungi CS PT KAI Access di twitter. Ditanggapi dengan cepat sih, tapi
apakah menyelesaikan masalah? Ngga juga.
Pukul 11.45 kami tiba di stasiun Solo Balapan. Sekali lagi
kami tergopoh-gopoh menuju CS di stasiun. Dengan terbata-bata saya menerangkan
kronologis masalah, dan sesembak yang tengah bertugas dengan sigap membantu.
Alhamdulillah. Tiket sementara sudah di tangan, kami tinggal melenggang masuk
ke kereta yang akan segera berangkat pukul 12.15.
Ohya, omong-omong, tiket seharga 8000 itu berasa murah
banget lo dengan fasilitas dan kondisi kereta yang bagus dan bersih. Dingin
pula. Pemandangan area pedesaan membuat saya ingin berpuisi. Halah… hahahaha…
Di tengah seru obrolan saya dan Watik, saya tiba-tiba menerima kabar duka dari
seorang teman kantor saya dulu yang mengabarkan ibundanya berpulang.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mengingat kedekatan kami dulu, rasanya kurang
sopan jika saya tidak bertakziah ke rumahnya. Saya berencana ingin berkunjung
kesana di Minggu pagi. Saya pikir, bis dari Jogja pasti cukup mudah mencari
rute menuju Wonosobo. Tapi ternyata ibundanya tidak dimakamkan di Wonosobo
melainkan di makam keluarga di Temanggung. Dengan sangat menyesal, kami hanya
bisa mengirim doa-doa terbaik untuk ibunda teman saya beserta teman saya dan
keluarga.
Pukul 14.00 kami akhirnya tiba di stasiun Tugu, stasiun
terdekat dengan Malioboro. Panas terik menyapa dengan sengit kami para
pengunjung yang baru saja sedikit terlena dengan dinginnya mesin pendingin
kereta. Perut lapar pun ikut meronta minta diisi. Dan, Malioboro adalah
pusatnya kuliner sekaligus belanja. Jogja, here we comeee….
Seusai makan siang, nasi ayam bakar dan es dawet yang
nikmat, kami siap bertualang. Haiiishhh… kamu ngga tahu apa yang akan terjadi
setelahnya. Gayamu bertualang!!! 😒😝😝😝
Tergoda dengan rute menuju penginapan yang terlihat hanya sepelemparan CD, kami
berniat berjalan kaki sambil menikmati suasana ramai Malioboro. Ketika melewati
Mirota, toko dengan pernak pernik tradisional yang khas dengan bebauan aromaterapi di
sepanjang tokonya, tiba-tiba Cindy, salah satu teman saya, berniat menonton
Raminten Cabaret. Tanpa berpikir panjang, kami menanyakan perihal jadwal dan
ketersediaan tiket untuk malam itu. Hmmm… Loket tiket mulai dibuka pukul 17.30.
Kami masih punya banyak waktu untuk istirahat. Istirahat untuk nanti malam kami
akan menyerbu dua tempat tujuan, Raminten Cabaret dan area BBW di JEC.
![]() |
Perjalanan panjang baru dimulai... Yak, semangaattt |
Waaaaa…. Emang kamu kuat? Cuma dengan sepiring nasi ayam
bakar plus es dawet? Kuwaaattlah.
Drama, atau cobaan selanjutnya adalah perjalanan menuju
penginapan. Jalur di peta menunjukkan garis lurus dan belok sedikit ke kiri,
ternyata tak sesedikit yang kami kira. Ketika saya mulai lelah, saya mengecek
peta sekali lagi, dan mendapati lokasi hanya tinggal 5 menit perjalanan. 5
menit pake odong-odong? 5 menit yang beranak pinak berbelas menit hingga
rasanya kaki mau copot dan bahu berasa seperti diganduli besi mulai mengganggu.
Cindy sempat memberi semangat, tinggal satu belokan lagi. Dan belokan lagi itu
rasanya berkilo-kilo meter jauhnya. Duh, apa kabar makan siangku? Apakah engkau
sudah terbakar habis tanpa menyisakan lemak atau tenaga untukku?
![]() |
Halaman depan yang luas untuk putar balik ojol 😁 |
Akhirnya kami tiba juga di penginapan yang terletak di jalan
Wirobrajan. Kamar kami bertiga, saya, Cindy dan Watik berada di ujung di lantai
dua. Fasilitas kamar sangat minimalis dengan Kasur double, satu colokan listrik
untuk mengisi baterai HP dan kipas angin dengan remote control. Wah, jiwa ndeso
saya kumat melihat kipas angin yang memiliki remote control wakakakak…
Setelah istirahat cukup, mandi, kami bersiap berangkat
menuju Mirota, siap menonton Raminten Cabaret. Dengan gocar yang mengantar kami
menuju lokasi, kami sempat memandang hampa jalan-jalan sejauh 2,2 kilometer
yang kami lewati tadi siang. Padahal dengan 3000 saja, kami bisa tiba di
penginapan menggunakan gocar. Eh, 3000 itu termasuk voucher 10k yang ditawarkan
oleh gopay. Jadi, kenapa tadi siang kami berpeluh-peluh dan bersambat-sambat
jalan kaki? Ya sudahlah, itung-itung olahraga akhir pekan yang agak jarang saya
lakukan 😆😆😆
![]() |
French fries Raminten, abaikan jempol kaki ya 😁 |
Begitu tiba di Mirota, kami tiba disana pukul 18.00 lebih,
dan ternyata para calon penonton Raminten Cabaret sudah mengambil posisi tempat
duduk yang sangat strategis. Kami yang datang belakangan hanya puas duduk di
pojok lengkap dengan pemandangan tiang-tiang penyangga yang menghalangi tatapan
kami ke panggung. Di sebelah kanan saya ada layar televisi seukuran sekitar 22
inchi untuk para penonton seperti saya, yang terhalang tiang penyangga. Tapi
apalah kotak televisi itu yang meninggalkan sensasi menonton langsung.
Pukul 18.30 acara dibuka dengan music keroncong modern. Si
mbak penyanyi yang centil ini selain menawarkan suaranya, juga menawarkan ID
Instagramnya dan mengundang para penonton untuk mengikutinya. Hahaha…. Setelah
ngajak mutualan, terus apa lagi ya, mbak? Hihihi…
Tepat pukul 19.00, Raminten Cabaret dimulai.
Jreeenggg….
Saya yang tidak tahu menahu apa itu cabaret, hanya
membayangkan ini semacam teater yang para pelakonnya adalah para ladyboy. Eh,
ternyata saya salah dongg… Menurut Wikipedia.
Cabaret is a form of theatrical entertainment featuring music, song, dance, recitation or drama. It is mainly distinguished by the performance venue, which might be a pub, a casino, a restaurant or a nightclub with a stage for performances.
Oh, jadi ini semacam penampilan music di panggung gitu?
![]() |
Mbak Mariah Carey KW sedang beraksi lengkap dengan cengkok melejitnya |
Lagu pertama menggebrak dengan lagu You Can’t Stop the Beat
milik Laura Bell Bundy. Para penari yang ladyboy itu sangat luwes dan centil
membuat saya dan dua teman cewek saya lainnya merasa seperti butiran remah
krupuk di dasar kaleng Khong Guan. Dengan dandanan seronok, tarian mereka
terkadang seronok yang mengundang….mengundang tawa para penonton. 😂😂😂
Dandanan dan kostum mereka begitu memesona hingga mata minus saya tak bisa
membedakan apakah mereka itu sebenarnya ladyboy atau cewek asli. 😁😁
Mbak Ayu Ting-ting KW, ngga lagi nyari alamat palsu, ya, mbak?
Ada banyak lagu-lagu popular dari penyanyi terkenal yang
mereka bawakan, eh, tepatnya mereka nyanyikan secara lip-sync dengan gaya yang
mendekati sempuna, mirip penyanyi aslinya. Tak jarang di akhir lagu mereka
mendapat tepuk tangan dan siulan riuh dan disusul tawa membahana ketika music
playback mengumandangkan dialog antara penyanyi asli dengan panggung yang
sebenarnya si penyanyi asli berada.
Anggun KW: Terima kasih, terima kasih (pada penonton),
terima kasih juga pada mas Erwin Gutawa (sambil menunjuk udara kosong di
belakangnya)
Setelah Anggun, masih banyak sekali penampil lain dengan
dandanan yang menyerupai penyanyi asli, seperti Agnez Mo, Mariah Carey, Beyonce
feat. Lady Gaga, Jennifer Holliday, penyanyi dangdut siapa saya lupa, dan masih
banyak lagi. Tanpa terasa, eh, terasa banget ding, serak dan mulesnya saking
banyaknya ketawa, penampilan Raminten Cabaret pun berakhir. Pembawa acara
memberi kesempatan para penonton untuk berswafoto bersama para penampil. Dengan
gesit, Watik menggeret saya ke panggung demi berfoto bersama mbak Anggun KW,
Mariah Carey dan entah siapa lagi. Mereka sangat ramah dan terlihat sangat
berterima kasih dengan antusiasme para pengunjung untuk berfoto bersama mereka.
Tiket masuk seharga 60k terasa sangat berharga dengan penampilan seru dan keramahan
mereka. Thank you for your hard work, guys.
![]() |
Pose asik bersama mbak Anggun KW yang asik juga |
![]() |
Itu si embak cantik lagi naik dingklik ya, tinggi banget 😁 |
Malam semakin larut. Perut kembali berteriak minta isi. Di
Mirota tadi sebenarnya, di tempat Cabaret diadakan, para pengunjung bisa
memesan makanan. Sayangnya, kami datang sangat mepet dengan dimulainya acara. Ketika
lampu dimatikan dan lampu sorot menyinari panggung, saya sudah nyerah untuk
memesan makanan di tempat. Snack yang diberikan di pintu masuk berupa French
fries tak cukup mengganjal perut hingga pukul 20.30. Tapi keluar dari Mirota,
kuliner Malioboro sudah kembali menggoda. Beraneka macam kuliner dari mulai
nasi gudeg, nasi pecel, ayam goreng/ bakar, dll, bisa dipilih.
Setelah perut kenyang dengan nasi pecel dan mendoan, kami
siap menjelajah BBW yang terletak di Jogja Expo Center (JEC). Karena malam itu
sepanjang jalan Malioboro tertutup untuk kendaraan roda 4, semula saya menduga
jika area car free day sudah dimulai sejak saat itu. Tapi ternyata di dekat
perempatan Nol Kilometer, berdiri sebuah panggng megah yang pengerjaan
rakitannya sudah dimulai sejak siang hari ketika saya lewat daerah tersebut.
Malam itu, panggung diisi oleh wayang kulit modern dengan lakon kalo tidak
salah Lahirnya Tetuko alias Gatot Kaca. Dua dalang duduk saling berhadapan,
yang satu di belakang layar, sementara satunya ada di depan dimana para
pengunjung panggung bisa melihat si dalang. Sayang, mata minus saya tidak bisa
melihat dengan lebih jelas lagi. Saya hanya mendengar lakon itu disampaikan
dalam Bahasa Jawa, tetapi entah di menit ke berapa, saya menyadari lakon disampaikan
dalam Bahasa Indonesia.
![]() |
Layar tancap wayang modern dekat Nol Kilometer, Jogja |
Jam sudah menunjukkan 21.30, menonton wayang yang sangat
jarang saya tonton secara langsung ini, ternyata cukup mengasyikkan. Sayangnya
kaki pegal ngga bisa ditahan lagi, dan juga udara yang penuh asap rokok,
membuat saya pengen undur diri secepatnya. Karena ternyata dua teman saya juga
tidak jauh berbeda kondisi fisiknya, kami menyerah untuk pulang, dan berniat
mengunjungi BBW keesokan harinya, bakdha Shubuh. Yup, kita mau ikut kuliah
Subuh di JEC 😁😁😁
Malam itu, seusai tiba di penginapan, tak banyak yang kami
lakukan selain asyik dengan gadget masing-masing. Dan tidur. 😪😪😪
Tepat pukul 5 pagi, alarm HP saya mulai bernyanyi, snooze
dua kali dan dua teman saya masih anteng. Dan saya pun bersabda: “JAM SEMENE
ORA DO TANGI, JAM ENEM GA BAKAL TEKAN JEC, YUUUUUU…!” Kontan, Cindy
tergopoh-gopoh ke belakang, mandi. Disusul saya dan Watik. Dalam waktu kurang
dari sejam, kami sudah bersiap. Seseibu yang datang menawarkan jajanan
pengganjal perut kami terima dengan lapang dada. Arem-arem, donat dan risol.
Yukkk, siyaaapp…. Berangkaaatt… JEC, HERE WE COME!
![]() |
Masih sepi, gaes, bisa guling2 😆 |
Suasana masih sangat sepi di jalanan menuju lokasi, tapi
tidak di area parkir JEC. Mobil-mobil berderet menciutkan nyali kita yang
khawatir harus antri hanya untuk masuk ke dalam area pameran. Tapi ternyata
pintu masuk masih lengang, kami pun melenggang masuk dengan leluasa.
Dengan menggeret satu keranjang beroda, saya merasa jumawa
bakal memborong banyak buku. Padahal ngga yakin dengan kondisi dompet 😁😁😁 Dan
benar saja, dari sekian banyak buku bertumpuk itu, saya hanya mengenal dua atau
tiga penulis yang terkenal. Selebihnya, saya merasa amnesia, eh, roaming siapa
penulis-penulis itu wakakakak…
![]() |
Romance section yang ngga seksi, cuma dikiittt |
Di dalam lokasi, ada beberapa pembagian area yang sebelumnya
sudah saya terima dari WAG tapi tentu saja tidak saya perhatikan. Saya hanya
berjalan longok sana sini sambal menyeret keranjang kosong. Sesekali mata saya
melebar, waaaahhh, ada buku ini, tapi kemudian saya letakkan kembali. Hiksss…
kondisi dompet dan ruang untuk buku tak memungkinkan untuk kalap. Saya cukup
terhibur dan puas menemukan buku Pelisaurus yang teman saya, Dion, katakan sudah susah mendapatkannya. Saya sempat naksir buku anak-anak di area anak-anak,
tapi yah, tetap saja saya hanya membeli satu buku, demi memuaskan hati yang
sudah jauh-jauh mengunjungi Jogja demi BBW.
Beberapa teman BBI sudah hadir di lokasi juga. Kami sempat
tersebar setelah bertemu di area Young Adult. Dua orang teman saya, Dion dan
Mbak Ina tak bisa berlama-lama di tempat BBW. Tugas negara sudah memanggil
mereka meskipun di hari Minggu. Kalian heibatthh… Beberapa menit kami gunakan
untuk ngobrol meski hampir tiap hari kami ngobrol di WAG hahaha… Tapi tentu
saja ngobrol langsung terasa beda kan ya? Saya bisa nyolek-nyolek bahu Dion
yang tampak berisi. Hihihi… Selang beberapa lama kemudian, dua teman saya yang
lain juga menyusul keluar area BBW, Bzee dan Cindy. Dengan tas sebesar
belanjaan bulanan, Cindy memamerkan hasil buruannya. Waw, sugoi….. 👏👏👏 Dua
orang terakhir yang kami tunggu akhirnya keluar juga, Watik dan female Dion.
![]() |
Ihiiirrr...poto-potoooo |
![]() |
Poto selfie sambil ngulet |
![]() |
Poto bareng ibu guru dan penggagas hukum timbunan sekaligus bakul daster dan skinker😄😄 |
![]() |
Gudeg Yu Djum yang melegenda |
Perjalanan selanjutnya, kami berencana menyerbu Periplus
yang sedang mengadakan diskon buku yang disebut Booktopia. Menyerbu, dengkulmu,
Lil hahaha… Kembali dengan ojol, kami sekali lagi melewati jalur Malioboro.
Saya yang pendatang saja selama dua hari kunjungan, tiga kali saya melewati
jalanan macet Malioboro ini. Bagaimana warga asli sini ya? Hmmm… Mobil ojol
berhenti tepat di depan Malioboro mall. Tanpa ba bi bu, kami menuju lantai
bawah lokasi Periplus berada. Dan seperti halnya di BBW, saya hanya mampu
mengusap lembut sampul buku-buku dari penulis yang saya kenal, tanpa bisa saya
miliki hiksss…
![]() |
Belanjaku belum maksimal ini. Haruskah aku kembali, eh, ke Jogja kembali? 😅 |
Rombongan kecil kami mulai terpencar, saya yang sudah mulai
merasa sakit kepala, Watik yang mulai tremor dengan belanjaan bukunya, dan Cindy
yang tiba-tiba menghilang. Ternyata Cindy sedang berjibaku dengan antrean
panjang bakpia kukus Tugu wakakakak… Ya ampun, masih kurang bawaan ternyata
teman saya yang satu ini. Dan ternyata toko penjual bakpia kukus itu tidak
merestui keinginan Cindy. Kurang 3 orang di depannya, persediaan habis.
Yaaaahhh… cediihh dech… Gudeg Yu Djum jadi ngga ada temennya deh hihihi…
Jam check out penginapan seperti biasa pukul 12.00. Pukul
11.00 lewat, kami masih mencoba menghabiskan sisa0sisa waktu dengan belanja
batik di Malioboro. Lumayanlah untuk keponakan kecil di rumah. 11.30 kami tiba
kembali di penginapan, dengan kilat kami menuntaskan packing yang sudah kami
lakukan di pagi hari. Tapi apa daya, batere HP sudah tinggal 33 persen. Dengan
alasan itu, kami kembali leyeh-leyeh di pendopo atas penginapan sambil mengisi
baterai HP.
Pukul 14.00 kurang, kami sudah tiba di terminal bis Jombor.
Bis Nusantara keberangkatan pukul 14.00 telah penuh, dan kami terpaksa menanti
bis selanjutnya, Ramayana. Pukul 14.40, bis mulai merambat berangkat
meninggalkan terminal. Karena pusing, saya sempat minumobat paracetamol demi
sedikit meredakan sakit kepala saya. Dan, syukur alhamdulillah, perjalanan saya
isi dengan tidur pulas, dan terbangun dengan kondisi bis yang menyeramkan. 😱😱😱
![]() |
Naik-naik ke puncak gunung |
Demi menghindari kemacetan di beberapa bagian yang biasa
macet, supir bis ini mengambil jalan alternative dengan menaiki bukit-bukit di
seputar Magelang. Tak disangka, ada sedikit masalah dengan mesin bis yang mengakibatkan
jalan bis tersendat-sendat. Di tiap tanjakan, si bis ini terdengar ngeden, dan
mesin mati tiba-tiba. Dan ketika mesin menyala, laju bis mundur beberapa
centimeter yang membuat para penumpang histeris. Huhuhuhu….
Dengan drama bis yang ajut-ajutan itu, akhirnya kami tiba di
Semarang dengan selamat. Alhamdulillah. Terima kasih teman-teman Jogja yang
sudah bela-belain datang ke JEC demi belanja buku, eh, ketemu sekedar haha hihi
sejenak bersama kami. Terima kasih teman dalam perjalanan, yang mau berbagi
udara penuh debu dan asap dan keceriaan. Wish to have more trips with you
again. 👋👋👋
Credit foto:
Makasih untuk Mbak Ina dan Watik, dan BBW
Loh, bakpia tugunya pulang sendiri? 😁
ReplyDelete